28 April 2009

Membangun Kemandirian Berkoperasi

Oleh Mikhael H.Jawa

Koperasi pada dasarnya merupakan lembaga ekonomi yang muncul sebagai akibat adanya kesadaran akan kebutuhan untuk bersatu. Koperasi merupakan lembaga penyatu ekonomi rakyat untuk mempersatukan dan memperkuat posisi tawar secara bersama (collective bargaining). Hal ini terkandung dua hal penting yaitu pertama, para anggota koperasi sadar bahwa kekuatan masing-masing amat lemah dan kecil untuk menghadapi kekuatan lain. Kedua, masing-masing anggota menyadari bahwa didalam dirinya yang ‘lemah’ itu sebenarnya terkandung potensi kekuatan yang apabila dikembangkan akan menumbuhkan kemandirian (self-reliance). Kedua hal inilah yang menggerakkan kelompok orang miskin dan lemah bersepakat untuk berkoperasi.

Faktor fundamental yang menjadi dasar eksistensi koperasi adalah kesadaran kolektif dan kemandirian. Masyarakat sadar akan kebutuhannya untuk memperbaiki diri, meningkatkan kesejahteraannya melalui pengembangan diri secara mandiri dalam kebersamaan. Hal ini merupakan prasyarat dan motivasi utama untuk mendirikan koperasi dengan filosofi mengandalkan kemampuan sendiri kita tidak punya arti tetapi rela bergabung dalam kelompok kita punya arti. Kesadaran kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri menjadi entry point pendirian koperasi ‘dari bawah’. Keberadaan koperasi dengan cara demikian berdampak pada koperasi yang dimiliki oleh anggota. Sense of belonging anggota menjadi elemen substansial bagi koperasi untuk bertahan terhadap berbagai kondisi sulit karena mengandalkan loyalitas dan kesediaan anggota untuk menghadapinya. Ternyata koperasi yang dibangun di atas fondasi keswadayaan bisa tahan banting terhadap perubahan kondisi eksternal.


Pertanyaan yang sering dilantukan yakni apakah koperasi dapat membantu kaum miskin atau tidak adalah pertanyaan yang keliru. Pertanyaan yang seharusnya adalah dapatkah kaum miskin menolong diri sendiri dengan membentuk atau bergabung dalam koperasi?

Hans Munkner, pakar koperasi universitas Marburg mengemukan bahwa di antara semua organisasi bisnis, koperasi adalah organisasi yang paling mampu menjangkau kelompok-kelompok yang berpenghasilan rendah. Namun masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan biasanya menghadapi problem-problem yang tidak teratasi guna membentuk koperasi yang aktif karena kurang kemampuan, saling percaya dan sumber daya. Hanya mereka yang mempunyai sesuatu untuk dikumpulkan, yang mengembangkan ketrampilan, disiplin dan memiliki kepercayaan yang diperlukan untuk bekerja sama dalam kelompok serta mampu mengelola urusan mereka sendiri untuk memperbaiki nasib dengan mengorganisir swadaya melalui cara koperasi.

Koperasi bekerja berdasarkan prinsip koperasi yang menurut UU No.25/92 tentang Perkoperasian Bab III pasal 5. Prinsip kemandirian dikemukan secara eksplisit pada prinsip kelima dan diikuti dengan prinsip pendidikan perkoperasian. Hal ini mengisyaratkan bahwa bahwa kemandirian dibangun melalui proses pendidikan. Pendidikan merupakan sarana utama dan strategis untuk membangun citra yang baik dan kepercayaan bagi koperasi sesuai sifat koperasi cooperation is education. Salah satu tugas penting pendidikan adalah menanamkan kesadaran akan nilai kemandirian. Seorang yang berjiwa mandiri akan memiliki rasa percaya diri dan memiliki keberanian untuk bertanggungjawab sendiri yang akan melahirkan rasa harga diri.

Memperhatikan jati diri koperasi di atas maka kebijakan pengembangan koperasi dari atas memang diperlukan, namun penyertaan modal oleh pemerintah perlu dipertimbangkan secara arif. Penyertaan modal hanya sebagai pelengkap (matching) terhadap modal yang telah dimiliki karena modal luar atau bantuan sering mengkerdilkan dan mematikan semangat keswadayaan. Setiap usaha koperasi harus didasarkan pada kekuatan realistis yang dimiliki dan kekuatan ini harus bersumber dari anggotanya. Pembangunan koperasi diarahkan untuk meningkatkan dan memantapkan kemandirian berbasiskan partisipasi aktif anggota.

Koperasi yang didirikan oleh masyarakat setempat diharapkan mampu menggerakkan kegiatan ekonomi yang ada dalam lingkungan setempat. Koperasi menjadi milik warga setempat sehingga surplus hasil usaha akhir tahun memberikan value added utility yang tetap jatuh pada masyarakat setempat. Seirama dengan kompanye gerakan hidup hemat oleh Presiden RI sekarang ini, insan koperasi juga berkompanye gerakan menabung sehingga uang masyarakat tidak dibawa kemana-mana tetapi uang tetap menjadi milik masyarakat setempat. Mengutip filosofi Raiffeisen tentang menabung: ‘setetes demi setetes membuahkan anak sungai, setelah itu muncul arus yang kian deras dan akhirnya terciptalah sungai’.

Kekuatan koperasi kredit adalah ketekunan menabung sedikit demi sedikit. Ternyata masyarakat yang diasumsikan miskin dan tak terbedaya sebenarnya memiliki potensi untuk membangun dirinya sendiri. Sebagai misal, data pertumbuhan koperasi kredit di bawah Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada per Juni 2005 menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kemampuan untuk menabung simpanan saham sebesar 32,3 M dari 15.602 anggota. Rata-rata simpanan per-anggota telah lebih dari dua juta. Angka ini memang sangat kecil jika dibandingkan dengan dunia perbankan atau konglomerat. Terlepas dari kekurangan yang ada, kopdit dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun masih dapat tampil eksis menanamkan jiwa percaya diri di lingkungan anggotanya. Pembangunan koperasi yang langgeng harus menghormati potensi yang ada pada manusia.

Sebagai anggota koperasi tentu telah merasakan madunya dengan memanfaatkan pelayanan pinjaman untuk pendidikan anak, kesehatan, pembelian tanah, pembangunan/renovasi rumah, merintis dan mengembangkan usaha serta aneka kebutuhan lainnya. Dengan demikian kehadiran koperasi tidak hanya membangun ekonomi anggota an sich tetapi juga memberikan nilai tambah kultural, proses pembebasan diri dan orang lain, koperasi menjadi wadah dialog kehidupan, pembalikan asumsi antropologis, tumbuh harkat dan martabat segenap insan koperasi: anggota tidak merasa rendah diri karena terlilit hutang, sebaliknya menjadi percaya diri karena mempunyai sumber modal sendiri untuk saling melayani. Koperasi yang tumbuh dan berkembang dalam koridor jati diri koperasi berimplikasi pada kehadiran koperasi sebagai wadah proses pembebasan bagi anggota untuk dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai person atau dalam falsafah pancasila dikenal kemanusiaan yang adil dan beradab. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar