29 April 2009

Belajar Koperasi Kredit dari Bangladesh

Oleh Mikhael Jawa

Forum koperasi kredit atau dalam bahasa inggris sebutan credit union merupakan kegiatan yang telah membudaya dalam dunia gerakan koperasi kredit di Asia menjelang Rapat Anggota Tahunan ACCU (Association of Asian Confederation of Credit Unions). Forum Koperasi Kredit 2008 diselenggarakan di Hotel Sheraton, Dhaka-Bangladesh dengan The Cooperative Credit Union League of Bangladesh Ldt (CCULB) sebagai tuan rumah.

Kegiatan forum ini berlangsung dari tanggal 25-27 September 2008 dihadiri 24 negara dengan utusan sebanyak 380 orang. Peserta Indonesia 14 orang terdiri dari utusan sekunder Induk Koperasi Indonesia(3), BKCU Kalimantan(2), Puskopdit Swadaya Utama Maumere(1), Puskopdit Ende-Ngada(1) dan kopdit primer wilayah Kalimantan: Pancur Kasih(2), Keling Kumang(3). Sementara peserta kopdit primer wilayah Flores yakni Manajer Kopdit Sangosay,Bajawa: Lodovikus Lenga dan Manajer Kopdit Boawae: Aloysius E.Una.


Forum Koperasi Kredit Asia 2008 bertemakan “Credit Unions Growing to New Heights: Better Choices, Better Organization, Better Community”. Topik-topik lokakarya seperti pelayanan koperasi kredit plus: pengembangan kewirausahaan bagi wanita, membangun kompetensi koperasi kredit di dalam lingkungan global, manajemen risiko, strategi pemasaran yang cerdas bagi kaum muda untuk membangun koperasi kredit di masa depan. Nara sumber lokakarya berasal dari praktisi koperasi kredit Philipina, Australia, Thailand, India, Srilanka, Canada dan utusan dewan koperasi kredit sedunia, Dave Ricardson.

Kegiatan open forum menghadirkan beberapa nara sumber antara lain, Chung Sung Won, Seoul Regional Manager National Credit Union Federation of Korea. Pemaparannya memperlihatkan penurunan jumlah koperasi kredit primer dibandingkan tahun sebelumnya karena terjadi proses amalgamasi. Posisi per Juni 2008 sebanyak 1000 koperasi kredit primer dengan anggota perorangan 4,9 juta dan total aset $USD 29 triliun. Kunci sukses yakni kedisiplinan dan profesionalisme. Untuk tetap menjaga kualitas profesionalisme pengelolan koperasi kredit maka salah satu strategi yakni CEO atau General Manager koperasi kredit primer hanya bisa diangkat oleh Pengurus setelah calon CEO lulus ujian kualifikasi pada tingkat federasi koperasi kredit Korea.

Sementara itu, Ranjith Hettarachi, CEO ACCU menekankan masa depan koperasi kredit adalah suatu tujuan pilihan bukan suatu kesempatan. Karena itu perlu imaginasi tanpa akhir menyangkut inovasi teknis dan manajemen untuk menjaga relevansi koperasi kredit dalam lingkungan pasar sekarang ini. Ranjith menekankan empat hal menyangkut masa depan koperasi kredit: dana stabilisasi, internal kontrol, sistem manajemen risiko, dan koperasi kredit sebagai advisor penciptaan kesejahteraan anggota yang terpercaya. Seiring perubahan dan perkembangan yang penuh persaingan; Andrew So, nara sumber dan juga Pendiri ACCU yang berasal dari Credit Union League of Hongkong dalam paparan materinya menantang peserta forum dengan pertanyaan: apakah kompetisi dan teknologi mengancam identitas koperasi kredit? Identitas adalah semua kualitas, nilai, kepercayaan, dan idea yang menjadikan koperasi kredit berbeda dari yang lain. Jantung koperasi kredit adalah nilai yang sejak awal telah menjadi konsep yang unik bagi pelayanan manusia di dalam dunia ekonomi. Karena itu gerakan koperasi kredit, dengan prinsip swadaya, saling menolong, kontrol dan kepemilikan yang demokratis, kompetisi nilai-nilai sebagai dasar kesuksesan.

Bangladesh Pionir Microfinance


Bangladesh terkenal sebagai negara pionir microfinance. Bangladesh merupakan tempat kelahiran revolusi microfinance dan gelombang revolusi ini menyebar keseluruh penjuru dunia khususnya di Asia, Afrika dan Amerika Latin pada akhir tahun 1970-an. Dr. Muhamad Yunus dari Grameen Bank menerima hadiah nobel karena perannya sebagai pionir dan kontribusi bagi idustri microfinance global.

Ada empat jenis institusi yang melaksanakan kegiatan microfinace yakni (1) Grameen Bank, anggota memiliki institusi khusus; (2) NGOs atau LSM seperti BRAC, ASA, CARITAS; (3) Bank komersial dan bank khusus; (4) Pemerintah yang mensponsori program microfinance. Target utama program microfinance adalah orang miskin yang tidak memiliki tanah. Semua lembaga microfinance umumnya menyediakan pinjaman kecil, tidak memiliki koleteral untuk pinjaman jangka waktu satu tahun bagi anggota bergabung dalam kelompok yang sejenis dan metode pembayaran mingguan dengan membentuk pusatnya di setiap desa. Total peminjam sekitar 18 juta orang, dengan Grameen Bank memimpin dengan 6 juta peminjam serta BRAC dan ASA masing-masing 5 juta peminjam.
NGOs atau LSM Bangladesh terkenal di seluruh dunia karena pemberian pelayanan yang efektif, promosi hak asasi manusia dan advokasi pro masyarakat miskin. Aktivitas microfinance mendominasi seluruh kegiatan NGOs di Bangladesh. Sesuai data Credit and Development Forum (CDF) per Desember 2006, ada 611 NGOs melaksanakan kegiatan microfinance di Bangladesh dengan jumlah anggota sebanyak 30,7 juta (laki-laki: 3,8 juta dan perempuan: 26.9).

ASA: Model Microfinance Biaya Rendah

Forum koperasi kredit Asia diawali dengan kegiatan kunjungan lapangan sehari pada tanggal 25 September 2008. Selain mengunjungi koperasi kredit primer, salah satu lembaga microfinance yang dikunjungi yakni Association for Sicial Advancement (ASA). Dalam kegiatan kunjungan ini, para peserta berkesempatan bertatap muka dengan Md.Shafiqual Haqua Choudhury sebagai pendiri dan Presiden ASA. Pengalaman ASA menunjukkan bahwa kegiatan microfinance bertumbuh cepat, perlu diperhatikan beberapa aspek (1) aktivitas simple; (2) pelatihan simple sesuai daya serap peserta; (3) rekrutmen staf; (4) desentralisasi; (5) standardisasi; (6) inovasi.

ASA juga merupakan salah satu lembaga microfinance yang terbesar dan sustainable di dunia. Lembaga ini memiliki komitmen untuk mengintrodusir perubahan positif menyangkut standard kehidupan kaum miskin, yang dirintis sejak tahun 1978. ASA terus menginovasi model pengembangan microfinance yang sekarang terkenal secara global “ASA sebagai Model Microfinance Berkelanjutan dengan Biaya Rendah”. Metode ini yang mulai diadaptasikan oleh berbagai negara yang mengembangkan microfinance. ASA telah menjangkau pelayanan 7 juta orang miskin yang meliputi hampir 5 juta keluarga. Staff sebanyak 24.784 orang dan 3.335 kantor cabang tersebar di seluruh Bangladesh. Di samping itu, didirikan pula ASA University Bangladesh untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa miskin mengenyami pendidikan yang lebih tinggi dengan biaya murah bahkan meraih bergelar master. Sampai saat ini, ASA menyediakan bantuan teknis kepada 17 negara di Asia dan Afrika. ASA memperoleh penghargaan “Banking at Bottom of the Pyramid-2008” pada 03 Juni 2008 dari The Financial Times (London) dan International Finance Corporation (IFC) yang terseleksi dari 129 lembaga microfinance yang tersebar pada 54 negara.

Forum koperasi kredit Asia telah memberikan perspektif segar tentang kencendrungan sosial ekonomi global bagi para praktisi untuk menghargai kebutuhan koperasi kredit demi meningkatkan pertumbuhan anggota dan kualitas. Praktisi koperasi kredit perlu membuka diri dan melakukan reformasi dengan belajar dari kesuksesan lembaga microfinance di negara lain. Belajar lintas institusi dan pertemuan insan kopdit lintas negara seyogyanya semakin mengupgrade mindset dan memotivasi para praktisinya. Kesuksesan adalah mindset. Jika cara berpikir tidak berubah akan berdampak pada sikap resistensi terhadap berbagai gejolak perubahan yang terjadi.

Read more...

28 April 2009

Koperasi dan Profesionalisme

Oleh Mikhael H.Jawa

Kenyataan yang tak terelakan bahwa globalisasi dan era pasar bebas kian merebak dimana perusahaan bertaraf internasional mulai memburu bisnis melintasi batas-batas negara. Kompetisi internasional telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan bisnis. Ekonomi bergerak ke arah ekonomi pasar dimana persaingan merupakan hal yang biasa. Namun perusahaan dengan ambisi internasional juga menghadapi kondisi krisis yang menuntut perlunya pengelolaan sumber daya yang lebih baik. Struktur, hirarki dan budaya dalam organisasi yang telah diterapkan pada tahun 1930-an dan sekarang dianggap tidak memadai lagi tatkala menghadang berbagai isu yang berkembang terkini, seperti evolusi yang cepat dari teknologi informasi yang murah, berkemampuan untuk menyusun, menganalisis, dan menyebarkan arus informasi telah membuat manajemen tradisional yang berlapis-lapis dalam perusahaan besar tidak diperlukan lagi.


Krisis moneter 1997 telah mendorong dunia perbankan untuk membedah diri dengan melakukan merger guna membangun suatu kekuatan yang lebih besar. Konsekuensinya bank-bank dikelola secara profesional, efisien, gesit dan bermodal kuat tentu akan menggusur koperasi khususnya koperasi simpan simpan yang dikelola secara amatiran. Bagaimana strategi koperasi? Konsolidasi organisasi dan usaha koperasi masih merupakan wacana yang direnungkan dan belum dirasakan sebagai yang urgen untuk melakukan gebrakan perubahan.

Menyikapi lingkungan yang terus berkembang maka gerakan koperasi yang telah tumbuh mengakar perlu melakukan tindakan untuk menjaga kekokohan dan terus menciptakan iklim pelayanan yang semakin baik.. Anggota merupakan aset yang paling berharga, logisnya perkembangnya harus direncanakan secara sungguh melalui promosi sehingga terjadi penetrasi keanggotaan yang signifikan. Keberanian melakukan promosi apabila kondisi organisasi koperasi bisa diandalkan baik pada tingkat manajemen maupun performancenya.

Pengelolaan koperasi perlu memperhatikan dinamika bisnis dalam masyarakat. Orang koperasi tidak boleh puas dengan tingkat perkembangan yang ada tetapi terus mencari bentuk-bentuk pelayanan baru sesuai dengan dinamika anggotanya yang berorientasi pada kepuasan anggota. Anggota sebagai pelanggan maka produk-produk baru dalam pelayanan kepada anggota perlu diperbaharui dari waktu ke waktu sesuai dinamika kebutuhan anggotanya. Hal ini sangat dituntut kapasitas dan kapabilitas pengelola koperasi.

Apabila koperasi berkemauan tumbuh dan berkembang secara gregetan dengan tuntutan pelayanan yang optimal kepada anggota maka koperasi sudah saatnya beralih dari manajemen konvensional kepada manajemen profesional dengan tenaga purna-waktu yang kualified. Pada dasarnya esensi yang menjadi sasaran utama manajemen koperasi harus menyentuh dua sisi kehidupan koperasi yakni sisi keorganisasian/kelembagaan dan sisi usaha koperasi. Kedua sisi ini saling berkaitan erat, dapat berjalan seiring dengan kesadaran dan peran serta para anggota sesuai dengan proporsinya karena kekuatan utama koperasi terletak pada dukungan anggotanya yang berdampak pada penciptaan keunggulan-keunggulan komparatif di bidang material.


Manajemen mempunyai kedudukan dan peran strategis bagi setiap organisasi termasuk koperasi karena manajemen merupakan proses untuk menggali dan menggerakan semua potensi sumber yang ada guna mencapai tujuan yang ditetapkan. Koperasi sebagai lembaga ekonomi yang berbasiskan atas dasar nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang lahir dari nilai-nilai tersebut ternyata koperasi tidak dapat begitu saja menggunakan konsep-konsep manajemen umum. Konsep manajemen umum atau manajemen bisnis bersumber pada pemikiran mengembangkan organisasi yang berbasis modal yang bertujuan memaksimalkan keuntungan. Koperasi berorientasi pada pelayanan maka pengelolaan koperasi menganut manajemen profesional berdasarkan nilai-nilai. ICA-ROAP (International Cooperative Alliance-Regional Office for Asia & Pasific) di Bangkok pada tahun 2001 mendefinisikan Manajemen Profesional Berbasiskan Nilai dalam koperasi adalah berkaitan dengan proses, fungsi dan sisem koperasi dan memastikan kesinambungan koperasi yang berbasiskan anggota dan berorientasi pada komunitas dalam pasar yang kompetitif’. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa koperasi bekerja dalam pasar maka harus memiliki daya saing cukup besar untuk dapat hidup berkesinambungan.

Pengertian koperasi sebagai lembaga ekonomi yang tidak bebas nilai, tidak hanya sekedar konsep tetapi juga realitas. Dalam konteks ini, manajemen yang menggerakan kegiatan koperasi tidak boleh dan tidak mungkin lepas dari nilai-nilai yang dianut dalam koperasi. Praktek profesionalisme didasarkan pada penerapan praktis nilai-nilai koperasi seperti: kebersamaaan, kesetiakawanan, kejujuran, demokratis, keterbukaan dan tanggung jawab. Penerapan nilai koperasi yang benar diyakini akan mampu menghasilkan empat sasaran esensial dalam koperasi yaitu terjadinya harmoni yang dinamik di antara anggota, transparansi dalam mekanisme pengelolaan koperasi dan terciptanya efisiensi ekonomi serta kepastian ekonomi bagi para anggotanya.

Untuk mewujudkan profesionalisme pengelolaan koperasi, pakar koperasi Ibnoe Soedjono mengisyaratkan perlu adanya berbagai prakondisi yang dilakukan antara lain: (1)pemisahan fungsi pengambil keputusan dan penentu kebijaksanaan dengan fungsi pelaksana operasional; (2) penggunaan sistem administrasi dan manajemen yang bersifat standard; (3)tersedianya pelayanan pembinaan yang terus menerus kepada anggota sesuai kebutuhan anggota; (4) mengembangkan anggota dalam lingkungan ikatan pemersatu atau lingkungan kerja yang memilliki potensial sosial ekonomis yang memadai; (5) tersedianya pelayanan pendidikan yang mampu mengembangkan tenaga manajer yang cakap dan terampil; (6)dikembangkannya ‘sense of planning’ dikalangan pengurus agar mampu mengendalikan pencapaian tujuan secara efektif.

Sejenak kita menyimak secara jujur terhadap koperasi yang tinggal kenangan atau sedang MPP (Mati Pelan-Pelan) karena telah tiada figur ketokohan, pengurusnya tidak mampu lagi mengelola, tidak punya kader, enggan repot atau anggotanya tidak lagi berinterese dengan koperasi karena koperasi tidak memberikan garansi pelayanan yang memadai dan sederet litani lainnya.

Kejadian seperti ini nampaknya hanya bersifat kasual dan tentu tidak menggoyahkan koperasi yang masih survive namun hikmahnya perlu kita simak bahwa sudah saatnya kita perlu membangun dan mengembangkan suatu sistem manajemen pelayanan yang profesional demi kelanggengan organisasi dan usaha koperasi. Profesionalisme manajemen ini tidaklah berarti kita terjerebab dalam penyakit “managerialisme” (Peter Davis) dimana manajemen menguasai sepenuhnya koperasi dan dikelola sekehendak hati dengan merusak sistem koperasi yang ada.

Kalau koperasi mau maju dan berkembang dalam pelayanan, jangan kita mengurusinya waktu sisa tetapi purna-waktu. Kita perlu menata koperasi dengan paradigma yang dapat menyatukan tekad dan membangkitkan semangat juang baru dalam perpektif profesionalisme untuk mencapai sasaran yang efektif dan efisien.

Peralihan menuju fase profesional bukan berarti kita meninggalkan prinsip-prinsip dasar yang melandasi kehidupan koperasi tetapi justru sebaliknya bertumpuh pada sendi-sendi dasar untuk meningkatkan pelayanan melalui pengelolaan yang lebih serius. Meminjam istilah Rev.Karim Arbie,SJ: Profesional dengan hati koperasi, dimana fungsionaris koperasi yang profesional tetap melekat asas koperasi, berorientasi pada kebutuhan anggota, dan berkepribadian manusia koperasi. Dalam konteks ini dituntut adanya tenaga full-timer yang mampu memberikan waktu lebih banyak serta diimbangi dengan sistem pengelolaan yang tepat agar perkembangan kuantitatif dapat selaras dengan perkembangan kualitatif.

Koperasi adalah sistem terbuka dalam arti selalu menerima sistem dari luar sehingga tingkat keberhasilan atau kegagalan koperasi sangat ditentukan pula oleh interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal. Dalam konteks ini strateginya adalah bagaimana memperkuat faktor intern dan memenej faktor ekstern sehingga dapat mendukung perkembangan koperasi. Sudah saatnya kita perlu secara kontinyu mengintrospeksi diri, mengakaji persoalan manajemen yang berseliweran dalam gerakan koperasi selama ini untuk segera mereformasi cara berpikir dan bertindak ke arah manajemen pelayanan yang profesional.

Read more...

Konsolidasi Gerakan Koperasi

Kado 60 tahun HUT Koperasi Indonesia,2007

Oleh Mikhael H.Jawa

Patut disadari bahwa koperasi adalah sistem terbuka dalam arti selalu menerima sistem dari luar sehingga tingkat keberhasilan atau kegagalan koperasi sangat ditentukan pula oleh interaksi faktor internal dan eksternal. Dalam konteks ini sangat penting dilakukan konsolidasi pada tataran kelembagaan dan usaha koperasi untuk menciptakan keunggulan dan keberlanjutan. Koperasi sebagai badan usaha tidak kebal terhadap kebangkrutan. Satu-satunya jaminan keberlangsungan hidupnya yakni kultur perusahaan yang kuat, yang intinya adalah kualitas pelayanan. Rohmadi (2000) mengedepankan empat kekuatan yang selalu mengancam setiap perusahaan termasuk koperasi sebagai badan usaha yakni anggota (sebagai pemilik dan pengguna jasa), persaingan, biaya dan krisis. Koperasi yang berkualitas harus selalu berada dalam manajemen krisis, selalu siap menghadapinya jika krisis menerpa. Kita tidak boleh kehilangan kepekaan terhadap krisis. Koperasi yang tetap mempertahankan status quo: merasa paling baik, paling unggul adalah tindakan bunuh diri; terjerebab dalam budaya kemapanan. Bagi koperasi, bersaing bukan siapa yang paling besar, tetapi siapa yang paling berprestasi dalam memberikan service. Sebab kehadiran koperasi adalah untuk manusia dan untuk pelayanan. Koperasi yang besar saat ini namun tetap resisten terhadap perubahan maka bukannya tidak mungkin akan ditinggalkan.

Gerakan koperasi Indonesia merayakan HUT ke-60 tepat pada tanggal 12 Juli 2007 dan kabupaten Ende merayakannya tanggal 16 Juli 2007. Bertepatan dengan Pancawindu Koperasi Indonesia, para insan koperasi perlu merefleksikan bersama peran gerakan koperasi selama ini dan bagaimana melakukan gebrakan konsolidasi gerakan koperasi menuju masa depan.


Kembali ke Jati Diri Koperasi
Dalam proses melakukan konsolidasi kelembagaan dan usaha koperasi harus bereferensi pada jati diri koperasi. Soedjono (2002) mengedapkan tiga krisis jati diri masa lalu yakni krisis ideologi, krisis kepemimpinan dan krisis kepercayaan. Ketiga jenis krisis ini hanya bisa teratasi kalau adanya komitmen melaksanakan jati diri koperasi secara baik dan benar. Jati diri koperasi adalah watak, ciri-ciri yang melekat pada koperasi yang membedakan koperasi dan usaha lain serta menjadi penentu arah bagi kegiatan koperasi. Berbicara tentang jati diri koperasi terdiri atas definisi, nilai dan prinsip koperasi yang saling terkait dan dipahami secara holistik. Jati diri koperasi diterapkan secara mendunia karena merupakan hasil kesepakatan dari gerakan koperasi sejagat di Manchester tanggal 25 September 1995. Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis (ICA;1995). Perbedaan mendasar, koperasi sebagai kumpulan orang (member based assosiciation) dengan organisasi ekonomi berbasiskan modal (capital based association) terletak pada pelembagaan dan pengejawantahan nilai-nilai : menolong diri sendiri, tanggung jawab sendiri, demokrasi, persamaan, keadilan, kesetiakawanan, kejujuran dan tanggung jawab sosial. Jika koperasi bekerja berdasarkan nilai, norma dan prinsip koperasi maka akan membentuk pola perilaku perusahaan sesuai jati dirinya. Kemampuan ini menjadikan porsi koperasi sebagai ‘koperasi yang benar-benar berkoperasi’.

Manajemen koperasi pada hakekatnya mengelola organisasi atas dasar self-helf, self-reliance, self-responsibility maka partisipasi anggota sebagai pemilik maupun pelanggan menjadi kunci kekuatan dan keberhasilan koperasi bersangkutan. Partisipasi anggota sebagai pemilik seperti pengambilan keputusan, pengawasan dan modal. Sementara partisipasi anggota sebagai pelanggan dan pengguna jasa nampak pada pemanfaatan pelayan koperasi. Anggota merupakan unsur kunci yang mengalirkan darah dalam sistem koperasi.

Pembangunan koperasi yang lestari perlu berbasis pada penghormatan potensi yang ada pada manusia. Koperasi menjadi sarana untuk merubah karakter anggota, membangun budaya menabung sehingga uang tetap menjadi milik masyarakat setempat untuk saling membantu dalam semangat solidaritas. Koperasi memberikan tawaran bermartabat tetapi banyak orang lebih suka pada tawaran instan. Kunci proses penyadaran adalah pendidikan. Koperasi pada hakekatnya adalah pendidikan, cooperation is education. Koperasi dimulai dari pendidikan, bekerja atas dasar pendidikan dan berhasil menjadi besar karena pendidikan. Karena itu koperasi sekaligus lembaga pendidikan dan lembaga ekonomi.

Konsolidasi Organisasi Internal dan Eksternal
Koperasi sebagai organisasi adalah penting untuk mewadahi aneka unsur yang tergabung di dalamnya. Organisasi adalah modal utama koperasi maka organisasi harus dibangun secara benar. Karena itu konsolidasi organisasi perlu dilakukan oleh gerakan koperasi untuk mengembangkan organisasi sesuai tuntutan perkembangan terkini. Koperasi secara internal perlu melakukan konsolidasi pada aspek sumber daya manusia perkoperasian mencakup pengurus, pengawas, eksekutif dan anggota. Fungsionaris koperasi sebagai penanggungjawab pengelolaan koperasi harus memiliki pemahaman yang benar dan keterampilan yang memadai. Disamping itu, koperasi juga melakukan konsolidasi dalam sistem perkoperasian menyangkut kepemimpinan organisasi, keunggulan bersaing dan kompetensi organisasi.

Koperasi menyadari bahwa perjuangan sendiri tidak bisa mencapai hasil yang efektif dan efisien maka perlu dibangun kekuatan struktur eksternal organisasi koperasi melalui sistem jaringan dengan memperhatikan prinsip subsidiaritas. Anggota perorangan membentuk koperasi primer. Koperasi primer membentuk Pusat Koperasi. Selanjutnya Pusat koperasi yang ada di daerah dengan prinsip subsidaritas membentuk Induk Koperasi di tingkat nasional. Peran setiap jenjang dalam jejaringan ini dipersatukan oleh nilai-nilai dasar falsafah dan budaya organisasi sehingga menciptakan suatu ‘movement’. Masing-masing mempunyai tujuan, cita-cita spesifik, tetapi sebagai anggota gerakan koperasi diikat oleh tujuan dan cita-cita bersama.

Sebagai contoh, salah satu keunggulan dan kontinuitas pertumbuhan dan perkembangan gerakan koperasi kredit sedunia terletak pada konsistensi dan komitmen dalam sistem kerja jaringan dengan merujuk pada kode etik dan prinsip subsidiaritas. Koperasi kredit primer membentuk Pusat Koperasi Kredit/Puskopdit atau yang belum berbadan hukum lebih dikenal BK3D (Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah). Puskopdit yang ada di daerah dengan prinsip subsidaritas membentuk Induk Koperasi Kredit (Inkopdit) di Jakarta. Gerakan koperasi kredit Indonesia menjadi anggota konfederasi gerakan koperasi kredit Asia (ACCU: Asian Confederation of Credit Unions) di Bangkok dan ACCU menjadi anggota WOCCU (World Council of Credit Unions) di Madison, Amerika Serikat. Dalam sistem kerja jaringan ini terbangun motivasi saling memperkuat, saling memberdayakan dengan spiritualitas pendidikan, swadaya dan solidaritas. Kerja sama antar koperasi merupakan salah satu prinsip koperasi yang tidak boleh diabaikan demi membangun suatu kekuatan yang lebih efektif untuk mengatasi berbagai tantangan eksternal dalam situasi ekonomi pasar.

Revitalisasi Lembaga Gerakan Koperasi
Lembaga yang mewadahi semua gerakan koperasi di tingkat nasional dikenal Dekopin, Dekopinwil untuk tingkat propinsi dan di tingkat kabupaten: Dekopinda. UU No.25 tahun 1992 pasal 57 (1) dengan jelas menggarisbawahi ‘koperasi secara bersama-sama mendirikan satu organisasi tunggal berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi koperasi’. Fungsi strategis wadah ini sebagai perjuangan kepentingan dan aspirasi koperasi. Peran ini nampaknya belum optimal dirasakan oleh segenap gerakan koperasi. Karena itu perlu dilakukan konsolidasi dan revitalisasi peran strategis lembaga ini untuk menggayomi kepentingan bersama gerakan koperasi.

Gemuruh konsolidasi dan revitalisasi gerakan koperasi secara integratif dilakukan kalau adanya kesadaran “sense of urgency”. Hal ini bisa terjadi kalau setiap koperasi secara tulus melihat kepentingan atau ‘egoisme’ kelompok diatas kepentingan bersama. Yang menjadi kendala adalah ‘semangat kebersamaan’. Namun patut disadari bahwa semangat merupakan modal untuk melakukan pembenahan, bagaimana merubah kepentingan dan wawasan kelompok menjadi kepentingan dan wawasan bersama. Tanpa adanya komitmen yang utuh dan sejati terbingkai dalam visi bersama yang jelas, maka perubahan akan berjalan lamban dan kurang terarah.

Konsolidasi adalah masalah perjuangan yang memerlukan tekad dan komitmen untuk dapat melaksanakannya. Kita perlu menghidupkan sifat gerakan (movement) di antara kalangan koperasi melalui semangat kebersamaan menuju satu pikiran, satu bahasa dan satu tindakan sehingga terbangun Ke-Kita-an gerakan koperasi Indonesia dan gerakan koperasi di Kabupaten Ende khususnya. Dirgahayu Koperasi Indonesia

Read more...

Membangun Kemandirian Berkoperasi

Oleh Mikhael H.Jawa

Koperasi pada dasarnya merupakan lembaga ekonomi yang muncul sebagai akibat adanya kesadaran akan kebutuhan untuk bersatu. Koperasi merupakan lembaga penyatu ekonomi rakyat untuk mempersatukan dan memperkuat posisi tawar secara bersama (collective bargaining). Hal ini terkandung dua hal penting yaitu pertama, para anggota koperasi sadar bahwa kekuatan masing-masing amat lemah dan kecil untuk menghadapi kekuatan lain. Kedua, masing-masing anggota menyadari bahwa didalam dirinya yang ‘lemah’ itu sebenarnya terkandung potensi kekuatan yang apabila dikembangkan akan menumbuhkan kemandirian (self-reliance). Kedua hal inilah yang menggerakkan kelompok orang miskin dan lemah bersepakat untuk berkoperasi.

Faktor fundamental yang menjadi dasar eksistensi koperasi adalah kesadaran kolektif dan kemandirian. Masyarakat sadar akan kebutuhannya untuk memperbaiki diri, meningkatkan kesejahteraannya melalui pengembangan diri secara mandiri dalam kebersamaan. Hal ini merupakan prasyarat dan motivasi utama untuk mendirikan koperasi dengan filosofi mengandalkan kemampuan sendiri kita tidak punya arti tetapi rela bergabung dalam kelompok kita punya arti. Kesadaran kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri menjadi entry point pendirian koperasi ‘dari bawah’. Keberadaan koperasi dengan cara demikian berdampak pada koperasi yang dimiliki oleh anggota. Sense of belonging anggota menjadi elemen substansial bagi koperasi untuk bertahan terhadap berbagai kondisi sulit karena mengandalkan loyalitas dan kesediaan anggota untuk menghadapinya. Ternyata koperasi yang dibangun di atas fondasi keswadayaan bisa tahan banting terhadap perubahan kondisi eksternal.


Pertanyaan yang sering dilantukan yakni apakah koperasi dapat membantu kaum miskin atau tidak adalah pertanyaan yang keliru. Pertanyaan yang seharusnya adalah dapatkah kaum miskin menolong diri sendiri dengan membentuk atau bergabung dalam koperasi?

Hans Munkner, pakar koperasi universitas Marburg mengemukan bahwa di antara semua organisasi bisnis, koperasi adalah organisasi yang paling mampu menjangkau kelompok-kelompok yang berpenghasilan rendah. Namun masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan biasanya menghadapi problem-problem yang tidak teratasi guna membentuk koperasi yang aktif karena kurang kemampuan, saling percaya dan sumber daya. Hanya mereka yang mempunyai sesuatu untuk dikumpulkan, yang mengembangkan ketrampilan, disiplin dan memiliki kepercayaan yang diperlukan untuk bekerja sama dalam kelompok serta mampu mengelola urusan mereka sendiri untuk memperbaiki nasib dengan mengorganisir swadaya melalui cara koperasi.

Koperasi bekerja berdasarkan prinsip koperasi yang menurut UU No.25/92 tentang Perkoperasian Bab III pasal 5. Prinsip kemandirian dikemukan secara eksplisit pada prinsip kelima dan diikuti dengan prinsip pendidikan perkoperasian. Hal ini mengisyaratkan bahwa bahwa kemandirian dibangun melalui proses pendidikan. Pendidikan merupakan sarana utama dan strategis untuk membangun citra yang baik dan kepercayaan bagi koperasi sesuai sifat koperasi cooperation is education. Salah satu tugas penting pendidikan adalah menanamkan kesadaran akan nilai kemandirian. Seorang yang berjiwa mandiri akan memiliki rasa percaya diri dan memiliki keberanian untuk bertanggungjawab sendiri yang akan melahirkan rasa harga diri.

Memperhatikan jati diri koperasi di atas maka kebijakan pengembangan koperasi dari atas memang diperlukan, namun penyertaan modal oleh pemerintah perlu dipertimbangkan secara arif. Penyertaan modal hanya sebagai pelengkap (matching) terhadap modal yang telah dimiliki karena modal luar atau bantuan sering mengkerdilkan dan mematikan semangat keswadayaan. Setiap usaha koperasi harus didasarkan pada kekuatan realistis yang dimiliki dan kekuatan ini harus bersumber dari anggotanya. Pembangunan koperasi diarahkan untuk meningkatkan dan memantapkan kemandirian berbasiskan partisipasi aktif anggota.

Koperasi yang didirikan oleh masyarakat setempat diharapkan mampu menggerakkan kegiatan ekonomi yang ada dalam lingkungan setempat. Koperasi menjadi milik warga setempat sehingga surplus hasil usaha akhir tahun memberikan value added utility yang tetap jatuh pada masyarakat setempat. Seirama dengan kompanye gerakan hidup hemat oleh Presiden RI sekarang ini, insan koperasi juga berkompanye gerakan menabung sehingga uang masyarakat tidak dibawa kemana-mana tetapi uang tetap menjadi milik masyarakat setempat. Mengutip filosofi Raiffeisen tentang menabung: ‘setetes demi setetes membuahkan anak sungai, setelah itu muncul arus yang kian deras dan akhirnya terciptalah sungai’.

Kekuatan koperasi kredit adalah ketekunan menabung sedikit demi sedikit. Ternyata masyarakat yang diasumsikan miskin dan tak terbedaya sebenarnya memiliki potensi untuk membangun dirinya sendiri. Sebagai misal, data pertumbuhan koperasi kredit di bawah Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada per Juni 2005 menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kemampuan untuk menabung simpanan saham sebesar 32,3 M dari 15.602 anggota. Rata-rata simpanan per-anggota telah lebih dari dua juta. Angka ini memang sangat kecil jika dibandingkan dengan dunia perbankan atau konglomerat. Terlepas dari kekurangan yang ada, kopdit dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun masih dapat tampil eksis menanamkan jiwa percaya diri di lingkungan anggotanya. Pembangunan koperasi yang langgeng harus menghormati potensi yang ada pada manusia.

Sebagai anggota koperasi tentu telah merasakan madunya dengan memanfaatkan pelayanan pinjaman untuk pendidikan anak, kesehatan, pembelian tanah, pembangunan/renovasi rumah, merintis dan mengembangkan usaha serta aneka kebutuhan lainnya. Dengan demikian kehadiran koperasi tidak hanya membangun ekonomi anggota an sich tetapi juga memberikan nilai tambah kultural, proses pembebasan diri dan orang lain, koperasi menjadi wadah dialog kehidupan, pembalikan asumsi antropologis, tumbuh harkat dan martabat segenap insan koperasi: anggota tidak merasa rendah diri karena terlilit hutang, sebaliknya menjadi percaya diri karena mempunyai sumber modal sendiri untuk saling melayani. Koperasi yang tumbuh dan berkembang dalam koridor jati diri koperasi berimplikasi pada kehadiran koperasi sebagai wadah proses pembebasan bagi anggota untuk dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai person atau dalam falsafah pancasila dikenal kemanusiaan yang adil dan beradab. ***

Read more...